PENERAPAN MODEL
VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR
PESERTA DIDIK PADA
PEMBELAJARAN PKN TENTANG BENTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM BERMUSYAWARAH
( DI KELAS V SD NEGERI I
CIANGIR KECAMATAN CIBINGBIN
KABUPATEN KUNINGAN )
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kesadaran tentang
pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih
baik di masa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian dari
pemerintah, komponen pendidikan serta seluruh lapisan masyarakat terhadap gerak
langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Menurut Nanang Fattah dan H Mohammad Ali (MBS : 1.3) pendidikan mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia,
mendewasakan, mengubah perilaku serta
meningkatkan kualitas hidup.
Pada
kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana melainkan suatu
kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah seiring
dengan perubahan zaman. Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus
perhatian, bahkan tidak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan karena
pendidikan menyangkut kepentingan semua orang. Pendidikan tidak hanya menyangkut
investasi dan kehidupan di masa yang akan datang, melainkan juga menyangkut
kondisi dan suasana kehidupan saat ini. Itulah sebabnya pendidikan senantiasa
memerlukan perbaikan dan peningkatan, sejalan dengan semakin tingginya
kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Proses pendidikan di sekolah diharapkan dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat sosial
masyarakat bangsa, perlu dikelola, diatur, dan diberdayakan, agar dapat
menghasilkan produk atau hasil secara optimal. Dengan kata lain sekolah sebagai
tempat penyelenggaraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai
perangkat dan unsur saling berkaitan tentunya memerlukan pemberdayaan. Secara internal
sekolah memiliki perangkat kepala sekolah, guru, murid, kurikulum, sarana dan
prasarana. Secara eksternal sekolah memiliki hubungan dengan instansi lain baik
secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, sekolah memerlukan
pengelolaan yang akurat agar dapat memberikan hasil yang optimal, sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan semua pihak yang berkepentingan.
Sekolah
sebagai penyelengara pendidikan harus memiliki perangkat kurikulum sebagai rencana yang strategis untuk
melaksanakan rencana secara menyeluruh dan berjangka panjang dalam pencapaian
tujuan pendidikan. Senada dengan kebijakan pemerintah mengenai desentralisasi
pendidikan, memberikan kewenangan untuk mengelola sendiri organisasi sekolah.
Sehingga sekolah diberi kekuasaan dan
kewenangan untuk menyusun serta melaksanakan kurikulum yang dibuat oleh komponen pendidikan di
sekolah tersebut.
Kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum yang disusun dan ditetapkan
secara lokal dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi dan diharapkan dapat
memberikan keuntungan, seperti kebijakan dan kewenangan sekolah membawa
pengaruh langsung terhadap peserta didik, orang tua dan para pendidik,
bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya
lokal secara efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik, hasil belajar,
tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral peserta didik, para pendidik
dan iklim sekolah. Selain itu dibutukan adanya suatu perhatian bersama untuk
mengambil keputusan dalam memberdayakan guru, manajemen sekolah dan perubahan
perencanaan pengelolaan sekolah.
Dengan
demikian upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kelembagaan
dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam
meningkatkan profesionalitasnya untuk menciptakan proses pembelajaran
secara optimal dan mampu mengevaluasi secara obyektif. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan
oleh seorang pendidik tentunya harus mengacu pada kriteria ketuntasan minimal (KKM)
yang terdapat dalam kurikulum. KKM merupakan tolak ukur pencapaian tujuan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran,
standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Agar KKM yang ditetapkan
menjadi tolak ukur yang absah tentunya harus memenuhi standar penilaian
pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 20 Tahun 2007 yang isinya, “ Bahwa dalam rangka mengendalikan
mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian
Pendidikan dengan peraturan menteri pendidikan nasional”. Standarisasi
penilaian yang disusun dan
ditetapkan di sekolah oleh seluruh
komponen pendidikan dalam rapat akhir tahun sebagai persiapan menghadapi tahun
pelajaran baru yang lebih baik.
Di
Sekolah Dasar Negeri 1 Ciangir KKM untuk mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, standar kompetensi, kompetensi dasar dan khususnya pada
indikator mengenal bentuk keputusan bersama dalam bermusyawarah ditetapkan
sbagai mana terdapat pada tabel 1, yaitu:
TABEL
1
Kriteria
Ketuntasan Minimal Pendidikan Kewarganegaraan
SD
Negeri 1 Ciangir
No
|
Program
Pembelajaran Semester II
Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
|
KKM
|
1
|
Standar
Kompetensi:
Memahami
keputusan bersama
|
71
|
2
|
Kompetensi
dasar:
Mengenal
keputusan bersama
|
70
|
3
|
Indikator:
Membedakan
bentuk pengambilan keputusan bersama dalam bermusyawarahmufakat dengan
voting.
Mempraktekan
pengambilan keputusan dengan cara voting.
|
70
|
4
|
Ketercapaian
hasil evaluasi pembelajaran bentuk pengambilan keputusan dalam bermusyawarah.
|
62
|
Penentuan
KKM dengan nilai 70, alasannya karena tingkat kompleksitas materi pembelajaran,
daya dukung pendidik dan sarana belajar serta
intaks peserta didik terhadap materi tidak terlalu asing bagi mereka.
Dengan kata lain pengalaman dan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik
cukup mendukung untuk mencapai target tersebut. Namun, untuk mendapatkan hasil
yang optimal dalam pelaksanaan pembelajaran, pendidik harus melakukan usaha
secara maksimal, agar harapan dan tujuan dapat tercapai dengan memuaskan.
Namun,
persoalan yang timbul dalam usaha pencapaian KKM yang telah ditetapkan, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Proses pembelajaran yang telah
dirancang, dilaksanakan dan dievaluasi secara maksimal tidak membuahkan hasil
yang optimal. Hasil yang dicapai oleh peserta didik masih berada dibawah
kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan. Belum ketercapaianya
kriteria ketuntasan minimal tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
menunjang ketercapaian hassil proses pembelajaran
Dalam
situasi seperti ini, peneliti mengasumsikan adanya tiga pertanyaan yang sangat
penting dari hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pertama,
bagaimana cara mempertanggungjawabkan ketidakberhasilan proses pencapaian
tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan?, pertanyaan yang kedua, strategi apa yang harus diterapkan
dalam memperbaiki ketidakberhasilan proses pencapaian tujuan pembelajaran agar
tercapai hasil yang optimal? dan yang ke tiga bagaimana operasionalisasi dari
konsep dan prinsip-prinsip belajar di dalam pengelolaan proses pembelajaran
telah sesuai dengan kriteria untuk menilai kelayakan dan kecukupan yang
dijadikan ukuran bagi semua faktor yang mendukung ketercapaian tujuan?.
Sebagai
jawaban atas pertanyaan yang timbul dari adanya kesenjangan antara tujuan dan
hasil pembelajaran yang dicapai, peneliti melakukan kerjasama dengan kepala
sekolah dan supervisor. Kegiatan ini
dilakukan secara bebas dan demokratis yang diawali dengan proses observasi yang
dilakukan supervisor dan kepala sekolah terhadap pelaksanaan pembelajaran yang
dilakukan oleh penulis dan peserta didik, curah pendapat dan memberikan
motivasi pada peneliti untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran. Tujuan melakukan kerjasama dengan kepala sekolah dan
supervisor untuk :
1. Mengetahui
segala aspek proses pembelajaran, keunggulan strategi yang diterapkan maupun
masalah-masalah yang dihadapi akibat kelemahan yang dialami penulis.
2. Melakukan
analisis terhadap perencanaan,
pelaksanaan, penilaian dan hasil proses pembelajaran, apabila kriteria yang
ditentukan tidak tercapai, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
3. Melakukan
refleksi diri, untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya meningkatkan mutu
proses pembelajaran yang diharapkan oleh pendidik, peserta didik dan komponen
pendidikan lainnya.
4. merumuskan
isu atas permasalahan yang timbul dan harus mencari alternatif pemecahan
masalahnya serta menetapkan perencanaan tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
Sebagai
gambaran keterkaitan kegiatan yang dilakukan penulis dalam proses pembelajaran
dan hasil observasi yang dilakukan
supervisor dan kepala sekolah, dapat ditemukan permasalahan yang dianggap sebagai faktor penyebab adanya kesenjangan antara tujuan dan hasil
proses pembelajaran. Permasalahan yang
teridentifikasi dijadikan bahan rujukan bagi penulis untuk melakukan refleksi
diri, agar proses pencapaian tujuan pembelajaran selanjutnya, dapat
dicapai sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan bahkan lebih.
Pada akhirnya penulis menyimpulkan seluruh temuan permasalahan yang
teridentifikasi menjadi bahan kajian
yang perlu dianalisa.
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil
analisis dan refleksi proses pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan (PKn) tentang bentuk pengambilan keputusan dalam bermusyawarah
yang telah didiskusikan dengan
supervisor, terungkap beberapa permasalahan. Adapun permasalahan yang terungkap yaitu:
1. Peserta
didik kurang aktif dalam proses
pembelajaran.
2. Peserta
didik kurang berani untuk menyampaikan pendapat dalam diskusi.
3. Peserta
didik kurang termotivasi untuk belajar PKn.
4. Peserta
didik menganggap mudah terhadap materi nPKn.
5. Apabila
diberikan pertanyaan yang menuntut untuk
berpikir, pertanyaan sering tidak dijawab dengan baik.
6. Peserta
didik kurang memberikan respon positif terhadap pendapat
yang disampaikan orang lain.
7. Rendahnya
pemahaman peserta didik terhadap nilai-norma dan sikap dalam bermusyawarah.
2.
Analisis Masalah
1. Guru jarang memberikan motivasi terhadap peserta
didik.
2.
Guru tidak jelas dalam menyampaikan tugas dan informasi
terhadap peserta didik.
3.
Guru kurang
memberikan respon dalam bentuk penghargaan terhadap pendapat yang disampaikan
peserta didik.
4.
Guru belum
menerapkan strategi yang tepat untuk
menumbuhkan motivasi belajar kepada peserta didik.
5.
Guru terlalu cepat dan kurang sistematis dalam
penyampaian tugas diskusi pada peserta didik.
6. Guru belum mampu menerapkan metode pembelajaran yang
sesuai dengan hakekat dan karakteristik materi pembelajaran yang diampunya.
B.
Rumusan
Masalah
Hasil
identifikasi permasalan yang telah didiskusikan bersama supervisordan kepala
sekolah menjadi bahan kajian bagi penulis untuk melakukan refleksi diri, pada akhirnya dapat disimpulkan sebagai
rumusan masalah yang harus dicari
alternatif pemecahanya dan tindakan/rencana yang dapat dilakukan untuk
melaksanakan perbaikan. Adapun rumusan masalahnya adalah:
“Bagaimana
meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran PKn tentang bentuk
pengambilan keputusan dalam bermusyawarah melalui penerapan model Value Clarification Technique (VCT) percontohan
di kelas V SDN I Ciangir?”
C. Tujuan Perbaikan
1. Tujuan
Umum
Untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta
didik pada pembelajaran PKn tentang bentuk pengambilan keputusan dalam bermusyawarah. Mengkaji bagaimana cara
membelajarkan peserta didik mengenai konsep dan nilai konsep PKn tersebut agar menjadi
manusia yang cerdas, terampil, bertanggung jawab sebagai warga negara, serta
berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Tujuan
khusus
Melalui
penerapan model pembelajaran Value
Clarification Technique Percontohan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta
didik pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang bentuk pengambilan
keputusan dalam bermusyawarah di kelas V SD Negeri I Ciangir.
D. Manfaat Perbaikan
1
Manfaat
bagi peserta didik
a. Perbaikan
akan membawa dampak positif bagi peserta didik, karena mereka akan mendapat kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan
menumbuhkan rasa percaya dirinya.
b. Perbaikan
dengan menerapkan model VCT Percontohan akan membawa peserta didik ke situasi
belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan
dengan metode-metode pembelajaran yang
diterapkan oleh guru.
c. Perbaikan
akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik terhadap konsep dan nilai
konsep PKn dalam pembelajaran secara
maksimal.
2
Manfaat Bagi Guru
a. Perbaikan
dimanfaatkan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya sehingga dapat mencapai
hasil pembelajaran secara optimal.
b. Perbaikan
yang dilakukan oleh guru akan mendapat kesempatan untuk mengembangakan ilmu
pengetahuan dan keterampilan profesional yang dimlikinya.
c. Perbaikan
akan memotivasi guru untuk mencoba mengembangkan inovasi yang positif dalam membelajarkan peserta
didiknya.
d. Perbaikan
akan membuat guru selalu melakukan analisis terhadap kinerjanya, sehingga
menemukan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, kemudian berusaha untuk
mengatasi dengan alternatif pemecahan masalah yang akan menjadikan kekuatan
rasa percaya terhadap kemampuan pada diri sendiri
3
Manfaat
Bagi Sekolah
Pendidikan
di sekolah akan meningkat secara kualitas maupun kuantitas seiring dengan kemampuan profesional
para pendidiknya. Selain itu,
penanggulangan berbagai masalah belajar, perbaikan terhadap konsep yang keliru,
serta kesulitan mengajar yang dialami akan segera teratasi.
UNTUK LEBIH LENGKAP HUBUNGI OWNER.... POSTING KOMENTAR!!!!